BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Sebuah
keadaan tunak tercapai di mana bumi menyerap dan memancarkan energi pada
tingkat yang sama, sehingga suhu rata-rata Bumi menjadi konstan. Radiasi IR
yang dipancarkan ke Bumi dapat diserap oleh gas pada troposfer dan terjebak pada
troposfer tersebut (Kandel et al, 2012). Radiasi ini kemudian kembali
dipancarkan ke segala arah (kembali ke arah Bumi) yang dikenal sebagai efek
rumah kaca. Hal ini menyebabkan peningkatan suhu dan pemanasan global, membuat
suhu permukaan rata-rata Bumi sekitar 286K atau 13oC. Pembakaran
bahan bakar fosil akan mengemisikan gas CO2, yang merupakan salah
satu gas penyebab timbulnya ERK (Efek Rumah Kaca). Untuk alasan ini, para
ilmuan di dunia telah dan sedang bereksplorasi untuk menemukan energi
berkelanjutan baru yang dapat menggantikan bahan bakar fosil. Hidrogen
merupakan salah satu diantaranya.
Berdasarkan
penemuan dan sintetis ide para ilmuan, gas hidrogen (H2) dianggap
mampu menjadi bahan bakar alternatif, sehingga tak salah banyak yang menyebut
gas hidrogen (H2) sebagai energy
carrier of the future (Kapdan et al, 2005). Gas H2 adalah bahan
bakar bersih tanpa emisi CO2 dan dapat dengan mudah digunakan
dalam sel bahan bakar pembangkit listrik (Levin et al, 2004). Di samping itu,
gas hidrogen (H2) mampu menghasilkan energi sebesar 122 kJ/g yang
2,75 kali lebih besar dibandingkan bahan bakar hidrokarbon konvensional
(Winter, 2005).
Pemanfaatan
gas hidrogen (H2) sebenarnya tidak hanya terbatas pada bahan bakar.
Sedari masa awal munculnya berbagai industri, gas hidrogen (H2)
sudah sering digunakan sebagai bahan esensial dalam berbagai produksi
pabrik-pabrik kimia. Beberapa diantaranya adalah hidrogenasi lemak dan minyak
dalam industri makanan, produksi perangkat elektronik, pengolahan baja, dan
juga untuk desulfurisasi dan reformulasi bensin di kilang-kilang minyak (US-DOE,
2004). Meski demikian, gas hidrogen (H2) sedikit dihasilkan di alam
dan sintetis gas hidrogen (H2) menggunakan eksperimen Kimia
prosedural belum mampu dianggap efisien karena biaya yang cukup mahal (Anam,
2010).
Tabel 1.1 Contoh Reaksi Pembentukan Hidrogen
(sumber:
http://upieks.wordpress.com/2007/04/05/process-pembuatan-gas-sintesis-amonia/)
Telah
dilaporkan bahwa 50 juta ton gas hidrogen (H2) diperdagangkan
setiap tahunnya di seluruh dunia dengan tingkat pertumbuhan hampir 10% per
tahun untuk saat ini (Winter, 2005). Berdasarkan National Hydrogen Program of
United State, kontribusi hidrogen terhadap total pasar energi akan menjadi
8-10% pada tahun 2025 (Armor, 1999). Dilaporkan juga oleh Departemen Energi AS
(US-DOE) bahwa gas H2 akan menguasai sistem transportasi yang nantinya
akan tersedia di seluruh wilayah di dunia pada tahun 2040 (US-DOE, 2004).
Akibat peningkatan kebutuhan energi dari gas hidrogen (H2) ini,
pengembangan teknologi produksi hidrogen hemat biaya dan efisien telah
memperoleh perhatian yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir.
Metode
produksi gas hidrogen konvensional dapat dilakukan melalui teknik Steam Reforming Methane (SRM), dan
hidrokarbon lainnya (SRH), oksidasi parsial non-katalitik dari bahan bakar
fosil (POX), serta autotermal reformasi yang menggabungkan SRM dan POX. Semua
metode tersebut memanfaatkan energi intensif yang membutuhkan suhu tinggi
(>850oC). Metode lain yang juga dikembangkan untuk meningkatkan
produksi gas H2 adalah proses membran, oksidasi selektif metana, dan
oksidatif dehidrogenasi (Armor, 1999).
Berdasarkan
eksperimen Kim (2003), elektrolisis air (H2O) dapat dimanfaatkan
sebagai sumber H2 berkelanjutan. Elektrolisis dihidrogen monoksida
akan menghasilkan gas H2 dan gas O2. Para ilmuan
sependapat bahwa elektrolisis H2O merupakan proses terbersih. Namun
perlu digarisbawahi, bahwa dalam proses ini biaya listrik mencapai 80% dari
total biaya operasional. Selain itu, air yang digunakan haruslah air yang telah
mengalami demineralisasi untuk mencegah pengendapan dan korosi pada elektroda
(Armor, 1999).
Dengan
alasan-alasan ini, penulis ingin menawarkan sebuah gagasan dimana gagasan
penulis berkaitan erat dengan produksi gas hidrogen yang ramah lingkungan
karena memanfaatkan limbah pertanian. Gagasan yang penulis maksud adalah dengan
memanfaatkan jerami padi (Oryza sativa)
sebagai limbah biomassa dalam produksi gas hidrogen ini. Daerah Bali yang juga
merupakan lahan basah, adalah salah satu lahan empuk untuk mengembangkan usaha
pertanian. Desa Jatiluwih, Tabanan yang merupakan sentral pertanian Bali
setidaknya menghasilkan 865.554 ton padi per tahunnya (Antara, 2012). Setelah
masa panen berakhir, mayoritas petani akan membakar jerami hasil pertanian
tersebut. Akibatnya, pencemaran udara tak dapat dihindari.
Produksi
hidrogen dari jerami padi (Oryza sativa)
dapat dilakukan melalui teknik biologis (biohidrogen), yang merupakan salah
satu alternatif yang relevan terhadap permasalahan produksi gas hidrogen (H2).
Sesuai dengan pembangunan berkelanjutan dan isu-isu minimalisasi limbah,
produksi gas biohidrogen dari sumber terbarukan, juga dikenal sebagai "green technology”. Produksi biohidrogen
dapat direalisasikan dengan anaerobik dan mikroorganisme fotosintetik
menggunakan bahan baku karbohidrat yang kaya dan tidak beracun.
Namun,
tak sebatas pada proses biologis. Penulis disini ingin mengkombinasikan proses
biologis dengan kimiawi dengan maksud mengefisienkan waktu serta biaya. Proses
biologis yang umumnya menggunakan alga ataupun bakteri membutuhkan waktu yang
cukup lama. Proses kimiawi yang menggunakan bahan kimia murni dapat digunakan
dalam proses monomerisasi pati serta selulosa yang nantinya diproduksi sebagai
biohidrogen oleh bakteri tersebut. Dalam hal ini, proses kimiawi berperan dalam
monomerisasi dan proses biologis berperan dalam proses dehidrogenasi hasil monomerisasi.
Potensi jerami padi
(Oryza sativa) dalam produksi
biohidrogen sebagai “green technology”
mendasari kajian untuk memahami lebih jauh efektivitas jerami padi (Oryza sativa) sebagai substansi esensial
produksi gas H2. Hal ini penting, mengingat gas H2
merupakan sumber energi bersih yang tidak mengemisikan CO2 dan belum
adanya kajian lebih lanjut mengenai produksi efisien gas hidrogen ini. Dengan
demikian, transfer gagasan mengenai potensi jerami padi (Oryza sativa) sebagai komposisi esensial pada produksi biohidrogen
dipandang relevan. Utilisasi potensi jerami padi (Oryza sativa) pada produksi biohidrogen penulis sebut sebagai
Sativa-Gen.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian maka dapat dirumuskan
2 (dua) buah permasalahan, sebagai berikut:
1. Bagaimanakah deskripsi proses produksi Sativa-Gen melalui
teknik gabungan kimiawi dan biologis?
2. Bagaimanakah efektivitas Sativa-Gen dengan teknik
gabungan kimiawi dan biologis melalui analisis komparasi dengan teknik lainnya?
1.3
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penulisan karya ilmiah ini, yang telah
penulis kategorikan dalam tujuan umum serta tujuan khusus,
yaitu:
1.3.1 Tujuan Umum; dan
Secara
umum, tujuan dari penulisan karya tulis
ilmiah ini adalah sebagai berikut:
1. Memberikan deskripsi atau gambaran mengenai proses produksi Sativa-Gen
melalui teknik gabungan kimiawi dan biologis; dan
2. Mengetahui efektivitas produksi Sativa-Gen dengan
teknik gabungan kimiawi dan bilogis melalui analisis komparasi dengan teknik
lainnya
1.3.2 Tujuan Khusus
Setelah
mengetahui tujuan umumnya, maka tujuan khusus dari penulisan karya tulis ini
adalah sebagai berikut:
1. Memberikan solusi inovatif dalam perkembangan
teknologi sebagai sumber energi baru terbarukan dan green;
2. Menekan angka pencemaran udara dalam era industri; dan
3. Memberikan metode
efisien dalam proses produksi gas hidrogen (H2).
1.4
Manfaat Penelitian
Manfaat
tersirat dalam karya tulis ini yang penulis harapkan agar dapat tersampaikan,
dapat dikelompokan ke dalam 3 kategori, yakni:
1.4.1 Manfaat Bagi
Pemerintah
Dapat menjadi pertimbangan khususnya bagi Menteri ESDM, sebagai solusi inovatif sumber energi yang green.
1.4.2 Manfaat
Bagi Masyarakat
Dapat menjadi sumber informasi bagi masyarakat yang masih awam mengenai biohidrogen
dan kebermanfaatannya sebagai sumber energi yang green.
1.5
Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis meruanglingkupi
permasalahan yang akan dikaji sebagai berikut:
1. Penelitian membahas mengenai potensi biohidrogen pada limbah
biomassa jerami padi (Oryza sativa)
dengan ketentuan-ketentuan (terlampir); dan
2. Penelitian membahas mengenai analisis kelayakan serta komparasi
efektivitas biohidrogen dari limbah biomassa jerami padi (Oryza sativa);
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Landasan Teori
2.1.1
Energi Biomassa
Biomassa adalah
bahan organik yang dihasilkan melalui proses fotosintetik, baik berupa produk maupun buangan. Contoh
biomassa antara lain adalah tanaman, pepohonan, rumput, ubi, limbah pertanian,
limbah hutan, tinja dan kotoran ternak. Selain digunakan untuk tujuan primer
serat, bahan pangan, pakan ternak, miyak nabati, bahan bangunan dan sebagainya,
biomassa juga digunakan sebagai sumber energi (bahan bakar). Umum yang
digunakan sebagai bahan bakar adalah biomassa yang nilai ekonomisnya rendah
atau merupakan limbah setelah diambil produk primernya.
Sumber energi biomassa mempunyai beberapa kelebihan antara lain
merupakan sumber energi yang dapat diperbaharui (renewable) sehingga
dapat menyediakan sumber energi secara berkesinambungan (suistainable).
Di Indonesia, biomassa merupakan sumber daya alam yang sangat penting dengan
berbagai produk primer sebagai serat, kayu, minyak, bahan pangan dan lain-lain
yang selain digunakan untuk memenuhi kebutuhan domestik juga diekspor dan
menjadi tulang punggung penghasil devisa negara.
Potensi biomassa di Indonesia yang bisa digunakan sebagai
sumber energi jumlahnya sangat melimpah. Limbah yang berasal dari hewan maupun
tumbuhan semuanya potensial untuk dikembangkan. Tanaman pangan dan perkebunan
menghasilkan limbah yang cukup besar, yang dapat dipergunakan untuk keperluan
lain seperti bahan bakar nabati. Seperti
contohnya kelapa sawit, jarak,
kedelai yang digunakan sebagai bahan
baku produksi biodiesel. Ubi kayu, jagung, sorghum, sago merupakan
tanaman-tanaman yang produknya sering ditujukan sebagai bahan produksi
bioetanol, bahkan dapat dijadikan biogas.
2.1.2 Jerami
Padi
Jerami adalah hasil samping usaha pertanian berupa tangkai dan batang
tanaman serealia yang telah kering, setelah biji-bijiannya
dipisahkan. Jerami juga merupakan limbah pertanian yang cukup besar. Sekitar 4
ton jerami kering dapat dihasilkan dari sawah seluas 1 hektar. Massa jerami kurang lebih setara dengan massa
biji-bijian yang dipanen. Jerami memiliki beberapa fungsi, di antaranya sebagai
pakan ternak, alas atau lantai kandang, pengemas bahan pertanian (misal telur), bahan bangunan (atap, dinding, lantai), mulsa, dan kerajinan tangan.
Meskipun
jerami sudah banyak digunakan di masyarakat, baik untuk keperluan industri/pertanian,
namun pemanfaatannya masih kurang optimal karena masih
banyak jerami yang tidak digunakan dan hanya dibakar saja. Limbah
jerami yang cukup tinggi produksinya ini, dapat menimbulkan permasalahan
pencemaran apabila tidak dimanfaatkan dengan baik. Untuk itu, jerami harus
dimanfaatkan serta dikelola dengan baik.
Gambar 2.1 Jerami yang Dibakar Pasca Panen
(sumber: Dokumentasi Penulis)
2.1.3
Biohidrogen
Hidrogen
merupakan salah satu energi alternatif
yang mudah dikonversi dan ramah lingkungan. Gas ini memiliki kandungan
energi tertinggi (143 Gjton-1) per unitnya dan merupakan bahan bakar yang tidak
terikat secara kimia dengan karbon (Purwanto 2005). Dengan demikian, pembakaran
hidrogen tidak akan menimbulkan efek rumah kaca, penipisan lapisan ozon, atau
hujan asam. Biohidrogen adalah hidrogen yang diproduksi melalui proses biologis
atau dari biomassa (Zaborsky et al. 1998). Secara biologis, biohidrogen diproduksi
dengan memanfaatkan organisme bakteri melalui proses fermentasi atau
fotoreduksi untuk merombak substrat organik (limbah atau nonlimbah) menjadi energi
hidrogen (Sirait, 2007). Produk biohidrogen dari hasil proses fermentasi dapat
dimanfaatkan sebagai solusi dalam krisis sumber energi fosil.
Produksi hidrogen secara fermentatif merupakan
proses yang bergantung dengan beberapa faktor, seperti : berbagai jenis
inokulum dan perlakuan; substrat alami dan campuran; substrat tambahan; pH
fermentasi; lamanya fermentasi; dan lain-lain. Dalam produksi hidrogen secara
fermentatif diperlukan sejumlah spesies mikroba yang mampu menghasilkan
hidrogen contohnya yaitu : sianobakteri,
bakteri anaerobik, maupun bakteri fotosintetik. Bakteri fotosintetik merupakan
bakteri yang memiliki kemampuan tinggi dalam mengkonversi substrat secara
efisien dan dapat memproduksi hidrogen.
Bakteri ini membutuhkan senyawa organik sebagai substrat dan intensitas
cahaya yang efektif untuk menghasilkan produksi hidrogen optimum (Hastuti, 2011).
Beberapa keunggulan dari Biohidrogen antara lain: dapat
diperbarui (renewable energy) dan
ramah lingkungan (green energy)
(Zaborsky et al. 1998), hasil samping pembakarannya berupa uap air sehingga
tidak menimbulkan efek rumah kaca, hujan asam, dan penipisan lapisan ozon (Nath
& Das 2004), proses produksi dapat berlangsung pada tekanan dan suhu normal
(Purwanto 2005), biaya produksi lebih rendah dibandingkan dengan cara fisik dan
kimia (Nakashimada 2004), dan dapat memanfaatkan limbah dan sampah organik
sebagai substrat fermentasi (Liu dan Shen 2004).
2.2
Kerangka Berpikir
Bagan
2.1 Kerangka Berpikir
2.3
Hipotesis
Hipotesis adalah dugaan sementara yang kebenarannya
masih harus dilakukan pengujian, dimana hipotesis penulis terhadap penelitian
ini adalah:
H1 Proses produksi optimal adalah melalui proses monomerisasi
polimer (kimiawi) kemudian proses dehidrogenasi hasil monomerisasi (biologis)
H2 Produksi biohidrogen dengan teknik gabungan (kiamiawi
dan biologis) lebih efektif dibanding teknik biologis tunggal maupun teknik
elektrolisis
HA Proses produksi lebih optimal bila dilakukan dengan
salah satu teknik, dan lebih efektif bila dilakukan dengan teknik biologis
tunggal maupun elektrolisis
BAB III
METODE ILMIAH
3.1
Waktu dan Tempat
Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis melakukan
penelitian di Laboratorium Kimia dan
Laboratorium Biologi SMA Negeri 4 Denpasar, yang beralamat di Jalan Gunung
Rinjani, Perumnas Monang-Maning, Denpasar Barat, Gedung Utara Lantai 2. Laboratorium FMIPA UNUD juga penulis tetapkan sebagai
tempat penelitian terhadap uji nilai kalor dan uji spektrofotometer gas
biohidrogen.
Adapun waktu yang penulis gunakan dalam
penelitian ini yakni selama 26 hari.
Penelitian diawali pada hari Minggu, 6 Juli 2014 sampai dengan hari Rabu,
31 Juli 2014.
3.2
Jenis Data
Sesuai dengan judul penelitian yang
diungkapkan maka jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
jenis penelitian kualitatif dan kuantitatif dengan memaparkan suatu fenomena
yang ada dengan memberi gambaran secara objektif tentang keadaan sebenarnya
dari objek yang diselidiki.
Berdasarkan sumbernya, jenis data
dibagi 2, yakni data primer dan sekunder. Dalam penelitian ini, penulis
memperoleh data primer melalui eksperimen
dan konsultasi. Data sekunder, diperoleh dari buku, skripsi, tesis, dan catatan-catatan
lainnya.
3.3
Teknik Pengumpulan
Data
Beberapa
teknik yang diguakan dalam pengumpulan data pada penulisan karya tulis ini
adalah:
a. Teknik Studi Pustaka, yaitu
menggunakan buku-buku untuk menunjang data dan mengembangkan permasalahan
sesuai dengan karya tulis ini.
b. Teknik Observasi, yaitu melakukan sebuah kunjungan ke tempat-tempat
yang dipandang dapat memberikan data yang lebih kuat sehingga kebenaran karya
tulis ini dapat dipertanggungjawabkan.
c. Teknik Empiris, yaitu
mengadakan suatu pencatatan terhadap beberapa data-data yang telah ada dan
bersifat faktual, atau telah terjadi sebelumnya.
d. Teknik Eksperimen, yaitu
melakukan sebuah percobaan yang mengacu pada inti permasalahan.
3.4
Teknik Analisis
Data
Dalam penulisan karya tulis ini,
penulis mengunakan teknik analisis korelatif dan komparatif. Analisis korelatif
adalah analisis yang bersifat mensubstitusikan. Penelitian ini dilakukan untuk
mensubstitusi fakta-fakta yang ada sebelumnya dengan permasalahan atau objek
yang diteliti berdasarkan kerangka pemikiran tertentu. Sementara analisis komparatif
adalah analisis yang bersifat membandingkan. Hasil penelitian ini dianalisis
secara komparatif dengan mengkomparasikan penemuan-penemuan sebelumnya. Hal ini
bertujuan untuk menguji seberapa efektif dan seberapa layak produk dari
penelitian ini diimplementasikan.
3.5
Teknik Penarikan
Simpulan
Dalam menarik simpulan, penulis menarik data-data yang
dianggap sebagai pokok pikiran, dan kemudian diverifikasi berdasarkan teori dan
konsep yang digunakan dalam membedah masalah penelitian. Verifikasi dilakukan
agar karya tulis ini bersifat valid dan dapat dipertanggungjawabkan.
3.6
Populasi dan
Teknik Pengambilan Sampel
Sampel yang digunakan adalah jerami padi (Oryza
sativa) dengan beberapa kriteria (terlampir). Sampel diambil secara acak pada
10 titik pertanian di Bali, yaitu Desa Padang Sambian (2 titik), Desa Sangeh (2
titik), Desa Kapal (1 titik), Kota Mangupura (1 titik), Desa Jatiluwih (4
titik). Sampel diambil sebanyak ±5 kg pada tiap titik-titiknya.
3.7
Prosedur
Eksperimen
Alat-alat
serta bahan-bahan yang digunakan adalah sebagai berikut:
·
Alat-alat:
o Spatula
o Neraca Ohaus Digital
o Gelas beaker
o Pipet tetes
o Balon
o Tabung isolator
o Cawan petri
·
Bahan-bahan:
o Akuades (H2O)
o HsSO4 (keenceran
40%)
o Bakteri Clostridium sp
o Jerami padi (Oryza sativa)
Alur eksperimen adalah sebagai berikut:
Bagan 3.1 Alur
Eksperimen
(sumber:
Dokumentasi Penulis)
Berikut ini adalah penjelasan alur satu demi satu:
·
Preparasi Sampel
Sampel
disiapkan dengan cara dicuci sampai bersih. Hal ini bertujuan agar lumpur atau
pengotor lainnya tidak mengganggu jalannya reaksi. Sampel yang sudah dicuci,
kemudian dikeringkan. Sampel dikategorikan ke dalam 6 sampel penelitian dan 3
buah kontrol.
·
Proses Kimiawi
Perbandingan
sampel dengan reagen adalah 1:1 v/v (sampel 1),
1:2 v/v (sampel 2), 2:1 v/v (sampel 3), 2:2 v/v (sampel 4), 3:1 (sampel
5), dan 3:3 v/v (sampel 6). Kontrol tidak diberikan perlakuan dalam proses
kimiawi, melainkan langsung ke tahap biologis. Satuan v/v digunakan karena
dalam reaksi kimia, perbandingan mol sama dengan perbandingan volume pada suhu
dan tekanan yang sama. Pengukuran volume sampel (jerami) menggunakan teknik
pencelupan. Namun sebelumnya, jerami dimasukan ke dalam balon agar jerami tidak
basah. Volume jerami dihitung dengan mengurangi volume total dengan volume
balon pada saat kosong. Massa diabaikan karena perbandingan massa tidak sama
dengan perbandingan mol.
·
Proses Biologis
Produksi
biohidrogen dari secara biologis umumnya menggunakan teknik fermentasi yang
melibatkan bakteri anaerobik atau fotosintetik, seperti Clostridium, Escherichia
coli, Enterobacter alcaligenes, Lactobacillus, Rhodobium,
Rhodopsedomonas, Rhodobacter atau Rhodospirilium (Sode,
et. al., 1998; Ikke, et. al., 1998; Nandi & Sengupta, 1998). Dalam
penelitian ini, digunakan bakteri Clostridium sp karena dinilai paling
efektif (Benneman, 1997). Jumlah bakteri yang dimaksukan sesuai dengan massa
sampel.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil Penelitian
4.1.1 Proses Kimiawi
Volume Sampel
|
Volume Reagen
|
Hasil reaksi
|
|
Sampel 1
|
100
mL
|
100
mL
|
≈
85 mL
|
Sampel 2
|
100 mL
|
200 mL
|
≈ 85 mL
|
Sampel 3
|
200
mL
|
100
mL
|
≈
85 mL
|
Sampel 4
|
200 mL
|
200 mL
|
≈ 180 mL
|
Sampel 5
|
300
mL
|
100
mL
|
≈
85 mL
|
Sampel 6
|
300 mL
|
300 mL
|
≈ 275 mL
|
*alokasi waktu 10 menit dengan T= 298K
Tabel
4.1 Tabulasi Hasil Proses Kimiawi
4.1.2 Proses Biologis
|
Volume Sampel
|
Bakteri
|
Hasil reaksi
|
Waktu
|
Kontrol 1
|
50
mL
|
10
gram
|
≈
140 mL H2
|
5
jam
|
Kontrol 2
|
100 mL
|
20 gram
|
≈ 275 mL H2
|
8 jam
|
Kontrol 3
|
150
mL
|
30
gram
|
≈
410 mL H2
|
11
jam
|
Sampel 1
|
45 mL
|
9 gram
|
≈ 145 mL H2
|
3 jam
|
Sampel 2
|
45
mL
|
9
gram
|
≈
140 mL H2
|
3
jam
|
Sampel 3
|
45 mL
|
9 gram
|
≈ 145 mL H2
|
3 jam
|
Sampel 4
|
90
mL
|
18
gram
|
≈
285 mL H2
|
5,5
jam
|
Sampel 5
|
45 mL
|
9 gram
|
≈ 145 mL H2
|
3 jam
|
Sampel 6
|
140
mL
|
28
gram
|
≈
410 mL H2
|
8
jam
|
Tabel 4.2 Tabulasi Hasil Proses
Biologis
4.1.3 Uji Nilai Kalor
|
Kontrol 1
|
Kontrol 2
|
Kontrol 3
|
Nilai Kalor
|
119 kJ/gram
|
120 kJ/gram
|
119 kJ/gram
|
|
Sampel 1
|
Sampel 2
|
Sampel 3
|
Nilai Kalor
|
119 kJ/gram
|
120 kJ/gram
|
119 kJ/gram
|
|
Sampel 4
|
Sampel 5
|
Sampel 6
|
Nilai Kalor
|
119 kJ/gram
|
120 kJ/gram
|
120 kJ/gram
|
Tabel
4.3 Tabulasi Hasil Uji Nilai Kalor
4.1.4 Uji Spektroskopi
Gambar 4.1 Uji IR Senyawa Sebelum Direaksikan dengan Sampel Gas
(sumber: Uji Laboratorium FMIPA Universitas Udayana)
Gambar 4.2 Uji IR Senyawa Setelah Direaksikan dengan Sampel Gas
(sumber:
Uji Laboratorium FMIPA Universitas Udayana)
4.2
Pembahasan Hasil Penelitian
4.2.1
Deskripsi Proses
Produksi Sativa-Gen Melalui Teknik Biokimia
Berdasarkan tabel, produksi sampel gas paling optimal adalah
sampel 1, sampel 4, dan sampel 6. Sampel 1 diproduksi dengan 200 mL bahan
(persentase komposisi = 1:1) dan hasil H2 sebesar 145 mL, serta hasil
energi sebesar 119 kJ/g. Sampel ini jauh lebih efektif dibandingkan sampel 2
dan 3 yang memerlukan 300 mL bahan (persentase komposisi = 2:1) dan menghasilkan
energi yang hampir sama, yakni (berturut-turut) 120 kJ/g dan 119 kJ/g serta gas
H2 sebesar 140 mL dan 145 mL.
Sama halnya dengan sampel 1. Sampel 4 menggunakan bahan
sebesar 400 mL dengan persentase komposisi sebesar 1:1. Gas yang diperoleh sebesar
285 mL dengan hasil energi sebesar 119 kJ/gram. Sementara sampel 5 yang
menggunakan bahan sebesar 400 mL dengan persentase komposisi sebesar 3:1, hanya
menghasilkan gas sebesar 145 mL dengan hasil energi yang hampir sama yakni
sebesar 120 kJ/gram.
Sejauh ini, sampel dengan persentase 1:1 mengungguli derajat
optimal sampel. Dalam rangka memvalidasi data ini, penulis lakukan uji dengan
persentase 1:1 dan dengan volume yang lebih tinggi yakni 600 mL. Sesuai dengan
dugaan, bahwa formulasi sampel ini menghasilkan 410 mL gas Hidrogen. Dengan ini
dapat diformulasikan bentuk optimumnya sebagai berikut:
Volume Jerami =
Volume H2SO4 = Volume Biohidrogen (H2)”
|
Bertambahnya
volume asam sulfat (H2SO4) tidak akan berpengaruh pada
volume biohidrogen bila volume jerami tidak mengalami penambahan. Volume
biohidrogen berbanding lurus dengan volume terkecil dari reaktan.
Proses produksi optimum dapat
dijelaskan melalui bagan berikut:
Bagan
4.1 Proses Produksi Optimum
4.2.2
Efektivitas Produksi Sativa-Gen Melalui Teknik Biokimia
Tahap produksi
biohidrogen telah dilakukan. Sampel kontrol yang tidak memasuki tahap kimiawi
membutuhkan waktu paling lama untuk memproduksi biohidrogen. Sampel tercepat
pada teknik tanpa kimiawi membutuhkan waktu 5 jam sementara terlama adalah 11
jam (perbedaan terjadi akibat perbedaan volume). Sementara pada proses yang
menggunakan teknik biokimia, sampel tercepat tercatat membutuhkan waktu 3 jam
10 menit dan terlama adalah 8 jam 10 menit.
Kontrol dan sampel
tercepat memiliki volume yang sama (200 mL). Begitu pula dengan kontrol dan
sampel terlama, keduanya bervolume sama (600 mL). Hal ini mengindikasikan bahwa
teknik produksi biohidrogen dengan konsep biokimia lebih efektif dibandingkan
dengan teknik umum yang menggunakan konsep biologis saja.
4.2.2.1 Verifikasi Sampel Gas
Uji spektroskopi terhadap sampel gas dilakukan dengan tujuan
mengidentifikasi kebenaran hasil dari monomerisasi dan dehidrogenasi jerami
padi (Oryza sativa) merupakan senyawa
H2 (hidrogen). Berdasarkan uji spektroskopi, terlihat adanya
perubahan lokasi peak atau puncak
antara senyawa awal dan senyawa akhir reaksi. Perlu diketahui bahwa senyawa
awal yang digunakan adalah senyawa hidrokarbon golongan alkena yaitu
Etena/Etilen (C2H6). Senyawa yang digunakan adalah
senyawa murni. Pemilihan senyawa ini dilakukan karena biaya pembelian yang
tidak terlalu mahal, dan merupakan senyawa reaktif sehingga proses reaksi tidak
membutuhkan waktu lama.
Hasil uji spektroskopi (Gambar
4.2) menunjukan adanya pita uluran pada bilangan gelombang 2800-3000 cm-1
(3,3-3,6 µm). Sementara grafik IR senyawa awal (Gambar 4.1) menunjukan peak
pada 3000-3300 cm-1 (3,0-3,3 µm). Karakteristik absorpsi yang
ditunjukan kedua grafik jelas menunjukan adanya tranformasi gugus fungsional.
Sesuai dengan fungsinya, uji spektroskopi menggunakan IR merupakan uji
identifikasi gugus fungsi.
Menurut Fessenden (1982), peak
atau band yang terbentuk pada 3000-3300 cm-1 (3,0-3,3 µm)
merupakan identitas gugus alkena (=CH-) atau identitas karbon dengan jenis
hibridisasi sp2. Jelas ini terjadi karena memang senyawa awal
adalah Etena (C2H4) yang merupakan senyawa golongan
alkena yang atom karbonnya jenis hibridisasi sp2. Sementara
pada grafik senyawa hasil reaksi (Grafik 4.2), peak atau band
yang terbentuk pada 2800-3000 cm-1 (3,3-3,6 µm) merupakan identitas
gugus alkana (-CH-) atau identitas karbon dengan jenis hibridisasi sp3.
Hal demikian menunjukan bahwa terjadi reaksi hidrogenasi pada senyawa awal.
Reaksi hidrogenasi yang terjadi pada sampel gas, menunjukan kebenaran bahwa
sampel gas tersebut merupakan gas hidrogen (H2).
Dengan terverifikasinya sampel
gas merupakan biohidrogen, dan dengan melihat analisis komparasi pada tabel
hasil eksperimen, ini jelas membuktikan bahwa teknik produksi bihidrogen dengan
konsep gabungan biologis dan kimiawi (biokimia) lebih efektif dibandingkan
teknik umum yang menggunakan konsep biologis saja. Efektivitas produksi ini
merupakan jawaban dari permasalahan efisiensi waktu dan biaya produksi
hidrogen. Sehingga konsep ini, juga merupakan sebuah inovasi pengembangan green
technology.
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
Berdasarkan analisis
sintesis yang dilakukan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1
Deskripsi
teknik gabungan kimiawi dan bilogis dalam Sativa-Gen, meliputi tahap monomerisasi dengan perbandingan reaktan 1:1, kemudian dehidrogenasi monomer dengan bakteri Clostridium sp; dan
2
Kefektivitasan
produksi biohidrogen dengan teknik gabungan ini terbukti efektif melalui
analisis komparasi dengan teknik umum pengolahan biohidrogen.
5.2 Saran
Berdasarkan simpulan hasil
penelitian, maka dapat diajukan beberapa saran sebagai berikut.
1. Bagi pemerintah disarankan agar terus
mendukung dan memfasilitasi adanya pengembangan green
technology sebagai solusi
dalam menanggulangi isu global warming.
2. Bagi masyarakat disarankan agar turut
berperan aktif dalam mengembangkan green technology salah satunya melalui pengoptimalan
penggunaan energi ramah lingkungan seperti
Sativa-Gen.